Minggu, 29 November 2009

PEMERINTAHAN KHULAFAURRASYIDIN

PEMERINTAHAN KHULAFA’ AL- RASYIDIN
Oleh : Mariam, S.Ag

I. PENDAHULUAN
Dengan wafatnya Nabi, maka berakhirlah situasi yang sangat unik dalam sejarah Islam, yakni kehadiran seorang pemimpin tunggal yang memiliki otoritas spiritual dan temporal (duniawi) yang berdasarkan kenabian dan bersumberkan wahyu Ilahi. Dan situasi tersebut tidak akan terulang kembali, karena menurutkepercayaan Islam, Nabi Muhammad adalah nabi dan utusan Tuhan yang terakhir. Sementara itu beliau tidak meninggalkan wasiat atau pesan tentang siapa diantara para sahabat yang harus menggantikan beliau sebagai pemimpin umat. Dalam Al-Qur’an maupun Hadits Nabi tidak terdapat petunjuk tentang bagaimana cara tentang menentukan pemimpin umat atau kepala Negara sepeninggal beliau nanti, selain petunjuk yang sifatnya sangat umum agar umat Islam mencari penyelesaian dalam masalah-masalah yang menyangkut kepentingan bersama melalui musyawarah, tanpa adanya pola yang baku tentang bagaimana musyawarah itu harus diselenggarakan. Itulah kiranya salah satu sebab utama dalam pemilihan empat Al-Khulafa’ al- Rasyidin itu ditentukan melalui musyawarah, tetapi pola musyawarah yang ditempuhnya beraneka ragam, dan juga akan dijelaskan bagaimana wewenang khalifah, struktur pemerintahan dan bagaimana hubungan pemerintahan pusat dengan daerah, seperti yang akan terlhat pada uraian berikut ini.
II. PEMBAHASAN
Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, umat Islam mengalami masa kekhalifahan. Ada empat sahabat nabi yang dipilih sebagai khalifah, yang kemudian dikenal dengan nama Al- Khulafa’ al- Rasyidin. Berasal dari kata Khalifah yang artinya pengganti dan Ar – Rasyidin artinya orang-orang yang mendapat petunjuk. Al-Khulafa’ al- Rasyidin artinya orang-orang yang terpilih dan mendapat petunjuk menjadi pengganti Nabi Muhammad SAW setelah beliau wafat tetapi bukan sebagai nabi atau rasul. Adapun sahabat Nabi
Muhammad SAW yang termasuk Al- Khulafa’ al- Rasyidin adalah Abu Bakar As- Shiddiq, Umat bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.
Dalam pembahasan ini, akan dijelaskan mengenai bagaimana mekanisme pergantian Khalifah, wewenang Khalifah, struktur pemerintahan dan bagaimana hubungan pusat dan daerah, dengan menjelaskan dari urutan Khalifah pertama sampai dengan terakhir.
A. Masa Abu Bakar As- Shidiq (11 – 13 H/632-634 M)
1. Proses Pengangkatan Khalifah
Abu Bakar menjadi khalifah yang pertama melalui pemilihan dalam satu pertemuan yang berlangsung pada hari kedua setelah Nabi wafat dan sebelum jenazah beliau dimakamkan. Penggantian ini terkesan terburu-buru bahkan tidak mengikutsertakan keluarga dekat Nabi, seperti Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib bahkan putri Rasulullah, Siti Fatimah juga tidakdiberitahu, inilah yang menyebabkan kemarahan keluarga nabi. Keputusan cepat ini diambil, karena keadaan saat itu dinilai sangat genting, sehingga memerlukan tindakan yang cepat dan tegas untuk segera memilih pemimpin pengganti nabi Muhammad. Keadaan genting tersebut disebabkan,adanya usaha dari kelompok Ansor untuk mengangkat Saat bin Ubadah, seorang tokoh Anshor dari suku Khajraj sebagai Khalifah. Umar yang mengetahui hal tersebut langsung menemui Abu Bakar dan menyarankan untuk segera mengangkat khalifah pengganti nabi. Abu Bakar lalu mendatangikelompok Anshor yang sedang melakukan pertemuan di Saqifah atau Balai Pertemuan Bani Saidah, Madinah. Setelah melakukan pembicaraan, kemudian Abu Bakar menawarkan dua tokoh quraisy untuk dipilih sebagai khalifah, yaitu Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah bin Jarrah, tapi kesepakatan selanjutnya ternyata memilih Abu Bakar sebagai khalifah dan disetujui oleh perwakilan Kelompok Muhajirin dan Anshor.
2. Wewenang Khalifah
Kekuasaan yang dijalankan masa Khalifah Abu Bakar,sebagaimana pada masa Rasulullah, bersipat Sental ; kekuasaan legislative, eksekutif dan yudikatif terpusat ditangan khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan, khalifah juga melaksanakan hukum. Meskipun demikian, seperti juga Nabi Muhammad, Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabat besarnya bermusyawarah. Abu Bakar telah mengubah pemerintahan Tuhan (Ilahiyah) yang dipimpin Nabi, menjadi pemerintahan manusiawi (basyariyah) yang bisa dikoreksi dan pada batas-batas tertentu membuka diri pada tindakan oposisi.
3. Struktur Pemerintahan
Abu Bakar menjadi Khalifah hanya dua tahun.masa sesingkat itu habis untuk menyelesaikan persoalan dalam negri, terutama tantangan yang ditimbulkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintah Madinah. Setelah menyelesaikan urusan dalam negri, barulah Abu Bakar mengirim kekuatan ke luar Arabia. Hal inilah yang mengakibatkan belum adanya struktur pemerintahan yang baku pada masa itu, selain semua kebijakan pemerintahan ada ditangan khalifah (sentralisik). Hanya pada masa pemerintahan ini sudah didirikan Baitul Maal, yang saat itu dipimpin oleh Abu Ubaidah, untuk membantu perekonomian umat. Pada masa ini juga mulai diprosesnya pembukuan Al Qur’an yang dipimpin oleh Zaid bin Tsabit.
4. Hubungan Pusat dan Daerah
Kota Madinah masih menjadi pusat pemerintahan pada masa khalifah Abu Bakar. Pada masa ini belum banyak daerah-daerah yang ditaklukan, hanya sebagian irak ( al- Hirah) dan syiria yang baru dikuasai. Antara pusat pemerintahan dan daerah yang ditaklukan mempunyai hubungan yang terikat dengan adanya pembayaran pajak pada wilayah yang ditaklukan.

B. Masa Umar bin Khattab ( 13 – 23 H/ 634-644 M)
1. Proses Pengangkatan Khalifah
Berbeda dengan pendahulunya Abu Bakar, Umar bin Khattab mendapat kepercayaan sebagai khalifah kedua tidak melalui pemilihan dalam suatu forum musyawarah yang terbuka. Tetapi melalui penunjukan atau wasiat oleh pendahulunya. Abu Bakar meninggal dunia, sementara barisan depan pasukan Islam sedang mengancam Palestina,Irak dan Kerajaan Hirah. Ia diganti oleh tangan kanannya Umar bin Khattab. Ketika Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para pemuka sahabat, kemudian mengangkat Umar sebagai penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan dikalangan umat Islam. Kebijaksanaan Abu Bakar tersebut ternyata diterima masyarakat yang segera secara beramai-ramai membaiat Umar. Umar menyebut dirinya Khalifah Khalifati Rasulillah (pengganti dari pengganti Rasulullah). Ia juga memperkenalkan istilah Amir al- Mu’minin (Komandan orang-orang yang beriman).
2. Wewenang Khalifah
Masih sama dengan khalifah pendahulunya, khalifah Umar mempunyai wewenang penuh untuk menjalankan roda pemerintahan, dengan tetap bermusyawarah dengan sahabat-sahabatnya, seperti Utsman, Ali,dll.Khalifah Umar mulai mengontrol dari dekat kebijakan public.
3. Struktur Pemerintahan
Khalifah tetap memegang tampuk pimpinan tertinggi, tapi ada perbedaan dengan masa khalifah sebelumnya, mulai ada pemisahan antaralembaga yudikatif dengan eksekutif, dengan mendirikan pengadilan. Khalifah Umar juga memulai membentuk jawatan Kepolisian dalam rangka menjaga keamanan dan ketertiban dan jawatan Pekerjaan Umum. Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar segera mengatur administrasinegara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Administrasi Pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah provinsi, yang dipimpin oleh Amir atau gubernur, daerah tersebut yaitu Makkah, Madinah, Syiria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Pada masa ini juga telah mulai diatur dan ditertibkan system Pembayaran gaji dan pajak tanah. Umar juga mendirikan Baitul Maal, menempa mata uang dan menciptakan tahun Hijriyah.

4. Hubungan Pusat dan Daerah
Pada masa kepemimpinan Umar, wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syiria, sebagian besar wilayah Persia dan Mesir. Pemerintahan pusat sangat memperhatikan wilayah-wilayah-wilayah taklukan ini, dengan mulai mengatur administrasi pemerintahan wilayah menjadi provinsi dan mereka bertanggung jawab pada pemerintahan pusat yaitu di kota Madinah. Pengaturan harta rampasan perang dan juga Pajak mulai diberlakukan. Sejauh ini tidak ada kendalayang berarti antara pusat pemerintahan dan daerah.

C. Masa Utsman bin Affan ( 23 – 35 H/ 644-655 M)
1. Proses Pengangkatan Khalifah
Utsman bin Affan menjadi khalifah yang ketiga melalui proses lain lagi, tidak sama dengan Abu Bakar, tidak serupa pula dengan Umar. Dia dipilih oleh sekelompok orang yang nama-namanya sudah ditentukan oleh Umar sebelum dia wafat. Umar menunjuk enam orang sahabat dan meminta kepada mereka untuk memilih salah seorang diantaranya untukmenjadi khalifah. Enam orang tersebut adalah Usman, Ali, Thalhah, Zubair, Sa’ad bin Abi Waqqas dan Abdurrahman bin Auf.setelah Umar wafat, tim ini bermusyawarah dan berhasil menunjuk Usman sebagai khalifah, melalui persaingan yang agak ketat dengan Ali bin Abi Thalib.
2. Wewenang Khalifah
Pemegang Kekuasaan tertinggi berada pada tangan khalifah, sebagai pemegang dan pelaksana kekuasaan eksekutif.
3. Struktur Pemerintahan
Setelah Khalifah Utsman sebagai pemegang kekuasaan eksekutif, diperbantukan dengan sekretaris Negara yang dijabat oleh Marwan bin Hakam. Kekuasaan Legislatif dipegang oleh Majlis Syuro. Pada setiap daerah, dipimpin oleh para gubernur yang merupakan wakil khalifah di daerah untuk melaksanakan tugas administrasi pemerintahan dan bertanggungjawab padanya. Wilayah tersebut diantaranya Makkah, Madinah, Thaif, Shana’a, Al- Janad, Bahrain, Bashrah, Damaskus, Himsh, dan Mesir.
4. Hubungan Pusat dan Daerah
Masa kekhalifahan Utsman merupakan masa yang paling makmur dan sejahtera. Bahkan pada masa ini dikatakan bangsa Arab berada pada posisi permulaan zaman perubahan. Hal ini ditandai dengan perputaran dan percepatan pertumbuhan ekonomi disebabkan aliran kekayaan negeri-negeri Islam ke tanah Arabseiring dengan semakin meluasnya wilayah yang tersentuh syiar agama. Factor-faktor ekonomi semakin mudah didapatkan. Sedangkan masyarakat telah mengalami proses transformasi darikehidupan bersahaja menuju pola hidup masyarakat. Pada petengahan kekuasaannya, pemerintahan Utsman mulai terasa goyang,dengan adanya pemberontakan-pemberontakan dari beberapa daerah yang merasa tidak diperlakukan adil dengan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh khalifah Utsman. Diantara kebijakan yang tidak disukai itu adalah pengangkatan keluarga Utsman pada posisi-posisi pejabat pemerintahan dan posisi Amir/Gubernur. Hal ini menuding fitnah nepotisme pada diri khalifah.Harta kekayaan Negara , oleh kerabatnya dibagi-bagikan tanpa terkontrol oleh Utsman sendiri.Puncak pemberontakan itu adalah, ketika terjadi pengepungan besar-besaran di rumah khalifah Utsman,yang akhirnya membuat beliau terbunuh.
D. Masa Ali bin Abi Thalib ( 35 – 40 H/ 655-660 M)
1. Proses Pengangkatan Khalifah
Pengangkatan Khalifah Ali bin Abi Thalib berawal dengan wafatnya khalifah ketiga Utsman bin Affan,yang terbunuh oleh sekelompok pemberontakan dari Mesir, yang mana mereka tidak puas terhadap kebijakan pemerintahan Utsman bin Affan. Pembunuhan itu menandakan ssuatu titik balik dalam sejarah Islam. Pembunuhan terhadap seorang khalifah oleh pemberontak yang dilakukan oleh orang Islam sendiri, menimbulkan preseden yang buruk dan sungguh-sungguh memperlemah pengaruh agama dan moral kekhalifahan sebagai suatu ikatan persatuan dalam Islam.
Setelah Utsman bin Affan wafat, penduduk Madinah dengan didukung sekelompok pasukan dari Mesir, Basrah dan Kufah mencari siapa yang menjadi khalifah. Mereka meminta Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah, Saad bin Abi Waqash dan Ibnu Umar, pada awalnya tidak satupun darimereka yang menjadikhalifah menggantikan Utsman. Setelah mereka berunding, akhirnya mereka mendatangi enduduk madinah agar merekamengambilkeputusan, karena merekalah yang dianggap ahl syuro, yang berhakmemutuskan pengangkatan khalifah, kredibilatas mereka diakui umat. Kelompok-kelompok ini mengancam kalau tidak ada salah satu dari mereka yang mau dipilih menjadi khalifah, mereka akan membunuh Ali, Thalhah, zubair dan masyarakat lainnya. Akhirnya dengan geram mereka menoleh pada Ali. Pada awalnya Ali pun tidakbersedia, beliau sampai menghindar ke rumah milik Bani Amru bin Mabdzul,seorang Anshor. Beliau menutup pintu rumah, beliau menolak menerima jabatan khilafah tersebut, namun mereka terus mendesak beliau.”Sesungguhnya Daulah ini tidak akan bertahan tanpa Amir.” Mereka terus mendesak hingga akhirnya Ali bersedia menerimanya. hal ini dilakukan Ali demi Islam dan menghindari fitnah.
2. Wewenang Khalifah
Wewenang khalifah penuh memimpin Negara, walau dirasakan berbeda dengan pemerintahan Abu Bakar dan Umar, pada pemerintahan Ali dirasakan sudah mulai berkurang system musyawarah. Segera setelah resmi menjadi khalifah, sesuai dengan watak dan kepribadiannya yang lugas serta tegas dan dengan tujuan menjaga integritas dan keamanan Negara, Ia mengambil dua kebijakan poltik yang dianggap sebagai pemicu ketidakpuasan sebagian rakyat dari pemerintahan sebelumnya.
a. Ali memecat para gubernur yang diangkat Utsman, dikarenakan dia yakin bahwa terjadinya pemberontakan-pemberontakan itu disebabkan oleh keteledoran politik kebijaksanaan mereka.
b. Mengambilkembali harta Negara yang dibagikan Utsman kepada para pejabatnya yang sebagian besar dari keluarganya tanpa jalan yang sah. Demikian juga hibah dan pemberian Utsman kepada siapapun yang tanpa alasan, diambil kembali oleh Ali dan diserahkan kepada negara dua kebijakan politik inilah yang mempengaruhi iklim politik pada pemerintahan Ali.
3. Struktur Pemerintahan
Masa pemerintahan Ali tidak pernah sunyi dari pergolakan politik, tidak ada waktu sedikitpun dalampemerintahannya yang dapat dikatakan stabil. Akhirnya praktis selama memerintah, Ali lebih banyakmengurus masalah pemberontakan di berbagai wilayah kekuasaannya. Ia lebih banyak duduk diatas kuda perang dan didepan pasukan yang masih setia dan mempercayaiya dari pada memikirkan administrasi Negara yang teratur dan mengadakan ekspansi perluasan wilayah (futuhat). Namun Ali berusaha menciptakan pemerintahan yang bersih, berwibawa, dan egaliter. Ia ingin mengembalikan citra pemerintah Islam sebagaimana Abu Bakar dan Umar. Namun kondisi masyarakat yang sudah terjerumus pada kekacauan dan tidak terkendali lagi.
4. Hubungan Pusat dengan Daerah
Dimasa Khalifah Ali, pusat pemerintahan dipindahkan ke Kufah. Hal ini karena banyaknya dukungan masyarakat di wilayah tersebut. Karena kebijakan pemerintahan Ali seperti yang telah disebutkan diatas, menimbulkan ketidaksukaan dari beberapa kelompok, individu atau wilayah/kota yang merasa dirugikan oleh kebijakan khalifah Ali tersebut. Tidak ada kejelasan tentang penyelesaian pembunuhan Utsman, juga menjadi pemicu munculnya pemberontakan-pemberontakan bahkan peperangan-peperangan pada masa itu, hingga terjadi perang Jamal dan Perang Shiiffin. Ini menyebabkan hubungan antarapemerintahan pusat dan daerah tiidak harmonis. Pada masa inijuga mulai muncul kelompok-kelompok pemikir Islam yang membawa perubahan besar dalam dunia Islam, hingga saat ini.
III. KESIMPULAN
1. Semasa empat Al- Khulafa’ al- Rasyidin tidak ada satu pola yang baku mengenai cara pengangkatan khalifah atau kepala Negara dan tidak juga terdapat petunjuk atau contoh tentang cara atau bagaimana mengakhiri masa jabatan seseorang kepala Negara.
2. Pada Pemerintahan Nabi, merupakan pemimpin tunggal dengan otoritas yang berlandaskan kenabian dan bersumberkan wahyu serta bertanggungjawab atas tindakan beliau kepada Tuhan semata, maka tidaklah demikian posisi khalifah pengganti beliau. Hubungan mereka dengan rakyat atau umat berubah menjadi hubungan antara dua peserta dari suatukesepakatan atau ‘kontrak sosial’ yang diberikan masing-masing hak dan kewajiban atas dasar timbale balik, seperti yang tercermin dalam bai’at yang disusul dengan ‘pidato pengukuhan’.
3. Walaupun era Al-Khulafa’ al-Rasyidin ditandai dengan sikap terbuka, para khalifah menerima kritik dan koreksi dari umat, hal ini tidak dilembagakan secara baku. Kekuasaan para khalifah dilegitimasi oleh umat sehingga mereka (para khalifah) sepatutnya bertanggungjawab kepada umat yang telah melantik dan mengangkatnya.









IV. DAPTAR PUSTAKA
1. Ibnu Katsir, Al-Bidayah Wan Nihayah, Jakarta: Daarul Haq, 2004.
2. H. Munawir Sjadzali, MA., Islam dan Tata Negara, Jakarta: UI Press, 1993.
3. Dr. Badri Yatim, MA., Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005.
4. Ahmad Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam, Jilid.I, Jakarta: Pustaka Al Husna, 1987.
5. Hasan Ibrahim hasan, Sejarah Kebudayaan Islam, Yogyakarta: Penerbit Kota Kembang, 1989.
6. Bernard Lewis, Bangsa Arab dalam lintasan Sejarah, dari segi Geografi, social , budaya dan Persatuan Islam, (Terj. Said Jamhuri), Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1988.
7. Prof. DR. Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Jakarta: Penerbit UI Press, 1979.
8. A.Latif Osman, Ringkasan Sejarah Islam, Cet. XXIX, Jakarta: Penerbit Widjaya, 1992.

PENDEKATAN DAKWAH NABI MUHAMMAD SAW

PENDEKATAN DAKWAH NABI MUHAMMAD SAW
Oleh : Shohib
A. PENDAHULUAN
Agama Islam adalah agama dakwah baik secara teoritis maupun praktis. Agama dakwah adalah agama yang megharuskan pemeluknya untuk menyampaikan ajaran agama terebut kepada orang lain, bahkan kepada seluruh umat manusia. Pembagian agama dakwah dan non dakwah pertama kali dikemukakan oleh prof. Max Muller. Agama Islam, Kristen dan Budha digolongkan sebagai agama dakwah, sementara Yahudi, Brahma dan Zoroaster termasuk agama non dakwah. Sebagai agama dakwah, kedudukan Islam melebihi agama –agama dakwah yang lain hal ini merupakan klaim Islam sendiri sebagai agama wahyu terakhir dan agama penyempurna ( reformasi definitive ) dari agama-agama sebelumnya terutama agama Yahudi dan Nasrani.
Menurut B.J Boland menegaskan dakwah pada dasarnya mengandung pengertian islamisasi menyeluruh terhadap masyarakat. “ That da’wah meant the propagation of Islam not only by preaching and publications, but also by deed and activities in all areas of social life, in other word that da’wah had to be comprehensive Islamization of society “ . Dakwah berarti seruan Islam bukan hanya ceramah dan publikasi tetapi meliputi seluruh aktifitas kehidupan masyarakat, dengan kata lain dakwah berarti islamisasi menyeluruh terhadap masyarakat.
Berdasarkan ayat al-Qur’an ( Q.S. al-Syura : 15; Q.S an-Nahl :125; Q.S. Fushilat: 33 ), bahwa dakwah bukan hanya keharusan melainkan tugas terbesar kaum muslimin yang mesti ditunaikan. Oleh sebab itu dapat difahamai jika semangat untuk mendakwahkan ajaran Islam terus tertanam pada jiwa setiap muslim sejati. Bahkan cita-cita muslim adalah menjadikan manusia dalam kehidupan Islam dalam semua aspeknya baik teologi, hukum, maupun akhlak dapat diterima menjadi system hidup seluruh umat manusia.
Kenyataan tersebut menjadikan dakwah sebagai inti dari ajaran Islam karena eksistensi Islam di muka bumi berbanding lurus dengan kegiatan dakwah yang dilakukan oleh penganutnya. Penyebaran Islam ke seluruh dunia tidak terlepas dari aktifitas dakwah sejak zaman Rasulullah SAW hingga saat ini. Nabi Muhammad SAW sendiri telah melaksanakan dakwah sebaik-baiknya sejak beliau menerima risalah Islam hingga akhir hayatnya. Dengan demikian beliau adalah da’i pertama dalam Islam. Selanjutnya para sahabat beliau melanjutkan dakwahnya sepenuh hati berkat pemahaman yang mendalam serta petunjuk dari sunah Rasul itu sendiri.
Keberhasilan dakwah sendiri tidak terlaepas dari keberhasilan da’i pertama yaitu Rasulullah dalam menyampaikan risalahnya. Dalam berdakwah beliau menggunakan teknik, cara, metode serta pendekatan-pendekatan yang efektif dan efesien. Hal ini sejalan dengan ungkapan ‘at-tariqotu ahammu min maddah’ teknik, cara, metode atau pendekatan lebih penting dari materi itu sendiri. Dalam dakwah meskipun yang disampaikan hanya satu ayat tetapi melalui pendekatan pendekatan yang sesuai dengan kondisi mad’u maka dakwah akan berjalan mangkus dan sangkil sebagaimana yang dipraktekan oleh Rasulullah.
Hal ini mengisyaratkan materi dakwah bukanlah segala-galanya bagi seorang da’i. Sejatinya persyaratan utama dan pertama bagi seorang da’i adalah kesediaan untuk berjuang, ketulusan berbakti dan ketepatan metode serta pendekatan dalam menjabarkan pesan-pesan Ilahi dalam realitas sosial. Pendekatan dakwah ( Preaching Approach ) yang dilakukan Nabi muhammad SAW diantaranya pendekatan personal( Manhaj al-Sirri ), pendidikan ( Manhaj al-Ta’lim ), penawaran ( Manhaj al-Ardh ), misi ( Manhaj al-Bi’tsah ), korespondensi ( Manhaj al-Mukatabah ) serta pendekatan diskusi ( Manhaj al-Mujadalah ).

BAB II
PENDEKATAN DAKWAH NABI MUHAMMAD SAW
A. Pendekatan Personal ( Sirri )

Pendekatan ini dilakukan dengan cara face to face individual antara da’i dan mad’u bertatap muka langsung sehingga reaksi yang timbul akan segera diketahui. Pendekatan ini dilakukan Rasulullah pada fase dakwah sirriyah ( dakwah secara rahasia ) meskipun demikian dakwah personal ini masih relevan diterapkan pada saat ini bahkan hingga akhir masa. Hal ini disebabakan pendekatan personal memiliki keterkaitan batin serta interaksi emosional antara da’i dan mad’u.
Pendekatan personal merupakan pertama kali dilakukan Nabi setelah menerima wahyu kepada orang orang terdekatnya. Hal ini dilakukan karena pada saat itu untuk mengantisipasi pengikut Nabi masih sedikit serta resistensi kaum Quraisy yang keras. Dakwah personal ini dilakukan Nabi selama tiga tahun, diantara yang beriman pada saat itu adalah Khadijah binti Khuwalid, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Harits, Abu Bakar as-Shidiq, Utsman bin Affan, Zubair al-Arqam dan lain sebaginya.
Pendekatan personal ini dilakukan Rasullullah pada masa awal ketika ketika dakwah belum dimungkinkan dilaksanakan secara terbuka. Dakwah secara sembunyi-sembunyi dilakukan Rasululullah bukan karena beliau takut melainkan merupakan strategi jitu yang dilakukan oleh Rasul. Hal ini disebabkan Rasulullah selalu dibimbing oleh wahyu termasuk untuk melaksanakan dakwah personal. Pendekatan dakwah ini dilandasi juga ketika umat Islam pada saat itu belum kuat dan masih sedikit. Melalui pendekatan ini da’i langsung membimbing ke mad’u sehingga keimanan mad’u bertambah mantap. Permasalahan keagaman dapat langsung dipecahkan secara seketika.
Dengan pendekatan personal ini Nabi SAW telah menggabungkan antara ikhtiar dan tawakal. Dari sini pula dapat dipetik hikmah bahwa dalam berdakwah harus memperhatikan situasi dan kondisi, kapan dakwah dilaksanakan secara sembunyi dan kapan dakwah dilaksanakan secara terbuka disinilah letak keluwesan dakwah. Da’i dituntut harus panda’i membaca situasi serta memahami kondisi untuk menerapkan dakwahnya.

B. Pendekatan Pendidikan ( Taklim )

Dakwah melaui pendekatan pendidikan telah dilakukan Nabi pada masa-masa awal berbarengan dengan dakwah Sirri seperti dilakukan di rumah Abu al-Arqom. Pada saat Nabi di Makkah pendidikan seperti di Bait al-Arqom belum diorganisir secara maksimal, hal ini disebabkan belum berkembangnya pendidikan karena faktor keamanan. Ketika Nabi hijrah ke Madinah barulah pendidikan berkembang dan diorganisir secara sempurna. Adapun sistem pendidikan yang dikembangkan Nabi adalah sistem kaderisasi dengan membina para sahabat. Kemudian para sahabat mengembangkannya ke seluruh dunia. Mulai dari Khulafaurasyidin kemudian generasi berikutnya. Dimulai dari pembinaan dan kaderisasi di Makkah yang agak terbatas kemudian ke Madinah dengan membentuk komunitas muslim ditengah-tengah masyarakat Madinah yang cukup heterogen. Tempat-tempat yang dijadikan sebagai tempat untuk mendidik para sahabat baik di Makah maupun di Madinah yaitu : Dar-al-Arqom, Rumah Nabi, al-Shuffah, Dar-al-Qurra, Kuttab, Masjid, dan Rumah para sahabat.
1. Dar al-Arqam ( Rumah al-Arqam )
Pada saat Nabi SAW melaksanakan dakwah sirriyah selama tiga tahun di Makkah, terdapat tiga puluh pemeluk Islam.Hal ini menjadi landasan Nabi untuk melaksanakan dakwah melalui pendidikan meskipun masih rahasia. Tempat yang digunakan pertama kali ádalah rumah Abu Arqam. Ia sendiri sebenarnya bernama al-Arqam bin Abu Manaf, karena abu Manaf dikenal dengan nama Abu al-Arqam, maka al-Arqam kemudian lazim dipanggil al-Arqam bin al-Arqam. Letak rumah tersebut antara kaki bukit Shafa dan tidak jauh dari Ka’bah. Mungkin hal ini yang melandasi Nabi melakukan pendidikan di rumah tersebut disamping tentunya factor keamanan.
Di tempat tersebut Umar bin Khatab memeluk Islam pada tahun ke enam keRasulan. KeIslaman Umar disambut gembira oleh Nabi dan para sahabat sehingga dijadikan momentum untuk berdakwah secara terbuka. Masuk Islamnya Umar menambah kekuatan kaum Muslimin karena pada saat Umar memeluk Islam diikuti pula sahabat lain sehingga yang mengucapkan Syahadat pada saat itu kurang lebih empat puluh orang
Patut dicatat pula pendekatan pendidikan di rumah al-Arqam memiliki kemiripan dengan model pendidikan pesantren. Pesantren di Indonesia memiliki tiga komponen yaitu ; pengajar, santri dan masjid. Di Dar al-Arqam ada Nabi sebagai pendidik, ada sahabat sebagai santri dan masjid al-Haram tempat ibadah. Hal ini dapat dikatakan Dar al-Arqam sebagai pesantren pertama dalam Islam sehingga rumah Al-arqam disebut pula Dar al-Islam, membuktikan bahwa rumah tersebut sebagai lembaga pendidikan Islam pada masanya.

2. Rumah Nabi SAW
Masuknya Umar bin Khatab menjadi muslim menjadikan titik tolak Nabi untuk berdakwah secara terbuka sehingga pendidikan yang dilakukan di rumah al-Arqam pun dipindahkan ke rumah Nabi. Ada dua pendapat mengenai rumah Nabi yang dijadikan tempat pendidikan apakah rumah ketika Nabi dilahirkan atau ketika Nabi telah menikah dengan Khadijah. Apabila rumah yang dimaksud pendapat pertama maka rumah tersebut sampai sekarang masih ada, yaitu rumah di Syeib Amir Makkah yang sekarang menjadi perpustakaan Mamlukah Su’udiyyah, namun apabila yang dimaksud rumah Nabi pada pendapat kedua, saat ini tidak dapat dilacak keberadaanya.
3. al-Shuffah
Pada saat Nabi hijrah dari Makkah ke Madinah yang pertama kali beliau bangun ádalah Masjid. Di dalam masjid –masjid yang beliau dirikan terdapat ruangan khusus diperuntukan untuk pendidikan disamping juga untuk menampung sahabat yang tidak mamapu. Ruangan tersebut dikenal dengan al-Shuffah. M.Azami menerangkan al-Shuffah merupakan perguruan tinggi Islam pertama. Fakta ini merupakan sesuatu hal yang tidak berlebihan karena Rasulullah SAW sendiri sebagai guru besarnya. Dibandingkan pada saat di Makkah atau Dar al-Arqom, pendidikan di al-Shuffah relatif terorganisir dengan baik karena di Madinah Nabi Muhammad disamping mengemban misi profetik juga sebagai pimpinan politik.
Tenaga pengajar al-Shuffah disamping Nabi SAW juga para sahabat senior. Begitu pentingnya peran al-Shaffah karena meskipun gratis tapi melahirkan alumni yang mumpuni dalam baca tulis al-Qur’an. Para sahabat yang mengajar diantaranya Ubadah bin Shamit, Abdullah bin Said, Ubay bin Kaab. Jumlah mahasiswanya tergantung situasi, menurut Ibnu Taymiyah 400 orang sedangkan Qatadah menyebutkan 900 orang salah satu diantaranya Abu Hurairah.

4. Dar al-Qurra
Selain al-Shaffah di Madinah juga terdapat lembaga pendidikan yang bertempat di rumah Makhramah bin Nufal. Dar al-Qurra bermakna rumah para pembaca al-Qur’an. Di dalamnya diajarkan baca, tulis dan menghafal al-Qur’an. Al-Qur;an merupakan sumber motivasi,inspirasi serta ilmu dari segala ilmu.

5. Kuttab
Di Madinah juga terdapat lembaga pendidikan yang disebut Kuttab alumninya yaitu Abdullah bin Mas’ud, Zaid bin Tsabit yang pada saat itu masih kanak-kanak. Kutab berarti tempat belajar, biasanya kuttab tempat belajar bagi anak-anak. Penamaan kuttab ini untuk membedakan dengan al-Shuffah yang dikhususkan bagi orang dewasa sedangkan Kuttab bagi kanak-kanak semacam pendidikan bagi tingkat dasar.

6. Masjid.
Masjid pada awal Islam disamping untuk sholat juga digunakan untuk belajar. Pada masa Rasulullah hidup di Madinah terdapat sembilan buah masjid.

7 Rumah para sahabat.
Rumah para sahabat dimanfaatkan juga untuk sarana belajar dan mengajar meskipun secara temporer. Biasanya ketika Nabi kedatangan tamu dari luar Madinah. Para tamu tersebut menginap di rumah sahabat, selagi menginap Rasullullah memberikan pengajaran kepada para tamunya di rumah sahabat.
Metode pendidikan yang dilakukan Nabi terdapat sahabat setidaknya meliputi : metode graduasi ( al-Tadarruj ), levelisasi ( Mura’at al-Mustawayat ), Variasi ( al-Tanwi’ wa al-Taghyir ), keteladanan ( al-Uswah wa al-Qudwah ) aplikatif ( al-Tatb iqi wa al-Amali ),mengulang-ulang ( al-Takrir wa al-Muraja’ah ) evaluasi ( al-Taqyim ),dialog ( al-Hiwar ),analogi ( al-Qiyas )dan metode cerita atau kisah ( al-Qishshah ).
Metode graduasi merupakan metode penahapan yang merupakan metode al-Qur’an dalm membina masyarakat baik untuk menghapuskan tradisi jahiliyah atau yang lain.begitupun dalam menanamkan akidah al-Qur’an menggunakan metode graduasi atau penahapan ( secara bertahap ). Metode levelisasi merupakan salah satu metode yang mengklasifikasikan peserta didik ataupun mad’du sesuai dengan kemampuan, serta daya nalar yang dimiliki. Mengajari orang badui berbeda dengan mengajarkan kepada orang kota yang panda’i. Nabi SAW berbicara sesuai dengan tingkat kecerdasan dan budaya obyeknya. Metode variasi dilakukan bukan hanya mengajar saja tetapi juga mengenai waktu belajar.Metode keteladanan merupakan metode yang pokok dilakukan Nabi SAW berkat keteladanan beliau ajaran Islam diterima oleh setiap kalangan di seluruh dunia sebagai rahmatan lil alamain. Metode aplikatif juga dilakukan Nabi dalam mengajarkan al-Qur’an terhadap para sahabatnya. Untuk mementapkan ajaranya kepada sahabat Rasul selalu mengulang-ulang menggunakan metode takrir wa muraja’ah. Kepada sahabat Nabi selalu memantau dan mengevaluasi baik dalam hal ilmu maupun kehidupan.
Metode selanjutnya adalah dialog. Dalam mengajarkan ilmu seringkali melakukan dialog dengan sahabatnya. Banyak sekali ungkapan ungkapan Nabi dimulai dengan perumpamaan atau qiyas disamping itu Rasulullah juga mengajar dengan mengungkapakan kisah-kisah terutama yang termaktub dalam al-Qur’an.

C. Pendekatan Penawaran ( ’Ardh )

Makkah merupakan pusat ziarah sejak zaman Nabi Ibrahim hingga sekarang. Baik pada masa pra Islam maupun sesudahnya. Salah satu pendekatan dakwah Nabi adalah menawarkan agama Islam kepada kabilah-kabilah yang menziarahi Ka’bah. Meskipun tidak ada seorangpun yang mengikuti dakwah Nabi akibat teror dari kafir Quraisy. Nabi tetap menjalankan tugas dakwah itu setiapmusim haji dari tahun keempat sampai tahun kesepuluh dari keNabian beliau. Baru pada tahun kesebelas kabilah Khajraj dari Yatsrib menyatakan memeluk Islam berlanjut kepada baiat Aqobah pertama dan kedua. Masuk Islamnya kabilah dari Yatsrib merupakan wasilah hijrahnya Nabi ke Yatsrib atau kemudian lebih dikenal Madinah.

D. Pendekatan Misi ( Bi’tsah )

Pendekatan misi adalah pengiriman da’i ke daerah yang jauh dari tempat tinggal Nabi untuk mengajarkan agama Islam. Pendekatan dakwah ini merupakan bagian dari pendekatan pendidikan namun dalam hal ini axis mundis ( titik tekan ) nya pada pendelegasian atau pengiriman para da’i oelh Nabi. Pendekatan misi yang dilakukan Nabi diantaranya; Misi dakwah ke Yatsrib, Nejed, Khaibar, Yaman, Najran dan Makkah.
Sesudah baiat Aqobah pertama, orang Yatsrib meminta kepada Nabi untuk dikirim orang yang mengajarakan Islam di Yatsrib. Nabi SAW mengutus Mush’ab bin Umair ke Yatsrib. Peristiwa ini terjadi sebelum Nabi hijrah. Pada bulan safar 4 H Nabi kedatangan tamu dari Nejed. Ia diajak Nabi masuk Islam tapi tidak mau hanya meminta untuk dikirim da’i untuk mengajarkan Islam di Nejed. Nabi mengirimkan 70 orang sahabat ahli Qur’an ke Nejed dipimpin Mundzir nin Amr.
Misi dakwah ke Khaibar yang dihuni orang Yahudi bersamaan dengan perang Khaibar yang di awali oleh penghianatan orang Yahudi terhadap Nabi. Sahabat yang ditugasi Nabi untuk mmengislamkan Khaibar dipimpin Ali bin Abi Thalib. Sahabat Nabi yang ditugaskan berdakwah ke Yaman diantaranya Abu Musa al-Asyari, Muadz bin Jabal, Ali bin Abi Thalib, Khalid bin Walid dan al-Barra bin Azib. Pada tahun 10 H Khalid bin Walid ditugaskan Nabi ke Najran tepatnya kabilah Bani al-Harts. Semua warga kabilah ini kemudian memeluk Islam dan Khalid bin Walid tinggal di Najran untuk beberapa waktu untuk mengajarkan agama Islam. Sebelum Fathul Makkah 8 H. Makkah dikuasai oleh orang kafir Quraisy. Ketika Nabi kembali ke Madinah setetelah pembebasan Makkah, Nabi mengutus Muadz bin Jabal untuk mengajarkan al-qur’an pada orang Makkah dan mengangkat Attab bin Usaid sebagai walikota Makkah.

E. Pendekatan korespondensi ( Mukatabah )

Pendekatan korespondensi merupakan salah satu dakwah yang dilkukan Nabi SAW. Dakwah melalui korespondensi ini dilakukan Nabi SAW pada tahun ke 7 hijriyah terhadap bangsa – bangsa non Arab, sebelumnya selama 16 tahun Nabi SAW berdakwah hanya kepada masyarakat arab tepatnya 10 tahun di Makkah dan 6 tahun di Madinah. Fakta ini menunjukan bahwa Islam adalah agama universal. Melalui surat dakwah islam disebarkan Nabi ke Eropa ( Romawi ), Persia, dan Afrika ( Abbesenia ).
Muhammad bin Sa’ad ( W 230 H ) menulis kitab al-Tabaqat al-Kubra untuk menulis satu persatu surat Nabi SAW lengkap dengan sanadnya. Surat-surat tersebut berjumlah 105 buah. Surat-surat Nabi SAW dikirimkan terhadap al-Najasyi ( raja Habsyah ). Surat ini dibawa oleh Amr bin Umayyah al-Dhamri, ia adalah orang pertama yang dipercaya Rasulullah menyampaikan surat kepada raja-raja dan kepala negara. Surat dakwah Nabi juga dikirimkan terhadap kaisar Romawi Heraclius. Surat ini dibawa oleh Dhiyah bin Khalifah al-Kalbi.
Surat Dakwah Rasul dikirimkan juga kepada Kisra atau Khoesroes gelar raja-raja Persia. Yang mendapat surat Nabi adalah Aparwiz bin Hormuz bin Anursiwan. Surat dakwah yang lain diberikan Rasul kepada al-Mauqauqis atau al-Muqauqas gelar raja-raja Iskandariyah ( Mesir ). Raja yang menerima surat Nabi adalah Juraij bin Mina, sedangkan yang menyampaikannya adalah Hatib bin Abu Balta’ah. Surat dakwah juga dirimkan kepada raja Balqa ( wilayah Romawi Timur ) bernama al-Harits al-Ghassani, Hauzah bin Ali al-Hanafi penguasa Yamamah ( tokoh Musyrikin Arab ) suratnya dibawa oleh Salit bin Amr al-Amiri. Dari keenam surat yang dikirim Nabi tak satupun penerima surat memeluk agama Islam kecuali Najasyi yang masih kontroversi. Namun demikian bukan berarti dakwah tidak berhasil karena pada perkembangan selanjutnya daerah daerah tersebut merupakan pusat peradaban Islam. Seperti Iran dan Mesir.
Surat dakwah Nabi secara garis besar berisi :
1. Surat-surat yang berisi seruan untuk masuk Islam.
2. Surat-surat yang berisi aturan ajaran Islam seperti zakat dan sebagainya.
3. Surat-surat yang berisi kewajiban bagi non muslim seperti jizyah.
Sebagai surat dakwah Rasulullah selalu mengawalinya dengan Basmallah.Disamping itu surat dakwah juga merupakan surat resmi kepala negara karena setiap surat dicap dengan stempel berbahan perak dengan tulisan Muhammad Rasul Allah. Dengan demikin surat-surat yang dikirimkan Nabi Saw mengemban amanat profetik dan politik.

F. Pendekatan diskusi ( Mujadalah )

Pendekatan mujadalah mengandung arti dialogis. Mujadalah bukanlah pembicaraan yang monolog dan monoton. Di dalam al-Qur’an kata mujadalah diulang 29 kali. Diskusi atau mujadalah juga merupakan pendekatan dakwah yang persuasif. Mengingat tidak setiap mad’u begitu saja menerima ajakan dakwah tetapi perlu adu argumen untuk meyakinkan kebenaran ajaran Islam. Dakwah pendekatan diskusi ini menuntut da’i untuk profesional dan mampu mengaplikasikan ilmu logika serta menguasai pengetahuan yang mendalam terutama topik yang didiskusikan. Mujadalah juga dimaksudkan agar orang yang sebelumnya menantang ia akan menerima sekaligus mendukung penuh pengertian. Pendekatan diskusi yang dilakukan Rasulullah merupakan implementasi Q.S al-Nahl : 125.
Artinya : ”serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” ( Q.S. a-Nahl : 125 ).
Diskusi atau mujadalah yang diperintahkan Allah SWT kepada kaum muslimin adalah jadal yang baik. Jadal yang baik adalah jadal yang tidak mengandung unsur penganiayaan karena adanya pemaksaan kehendak ( pendapat ) dan tidak ada unsur-unsur yang merendahkan lawan dialog. Hal ini penting karena watak manusia memiliki ego tersendiri. Seseorang tidak mudah melepaskan pendapatnya sendiri, kecuali kritik terhadap pendapatnya dilakukan secara halus sehingga yang bersangkutan tidak merasa pendapatnya dipinggirkan.
Dari pendekatan pendekatan dakwah yang dilakukan Nabi SAW yang paling efektif adalah pendekatan pendidikan ( ta’lim ) dan pendekatan misi ( bi’tsah ). Ketika Rasulullah SAW wafat beliau meninggalkan setidaknya 114.000 orang sahabat. Mereka secara umum pernah mendapat pendidikan dari Nabi SAW. Sementara pendekatan misi dilakukan Nabi pertama kali mengutus Mush’ab bin Umair ke Yatsrib sebelum Rasul hijrah pasca Baiat Aqobah. Selama setahun ia berhasil mengislamkan 63 orang dengan kata lain 12 orang tiap bulan, suatu jumlah yang signifikan pada saat itu. Pendekatan –pendekatan personal ( sirri ), penawaran ( ’ardh ), diskusi ( mujadalah ) dan korespondensi ( mukatabah ) tidak ditemukan indikatornya yang yang signifikan.

BAB III
PENUTUP


Dari pembahasan pendekatan dakwah Rasulullah dapat ditarik simpulan sebagai berikut :

1. at-Tariqotu ahammu min maddah, teknik, cara, metode serta pendekatan lebih
penting dari materi dakwah itu sendiri.

2. Pendekatan dakwah Rasul terdiri dari pendekatan personal( Manhaj al-Sirri ),
pendidikan ( Manhaj al-Ta’lim ), penawaran ( Manhaj al-Ardh ), misi ( Manhaj
al-Bi’tsah ), korespondensi ( Manhaj al-Mukatabah ) serta pendekatan diskusi
(Manhaj al-Mujadalah ).

3. Pendekatan pendidikan dan misi dianggap paling efektif dilakukan oleh Nabi.
Indikator dari keberhasilan dakwah melalui pendidikan dan misi adalah banyak
nya jumlah sahabat dan pemeluk islam sebagai hasil dari pendidikan dan pengi
riman dai.



DAFTAR PUSTAKA





Al-Qur’an al-Karim Departemen Agama , 2000
Ahmad Subandi
Imu Dakwah : Pengantar kearah Metodologi, ( Bandung : Syahida ,1994 ) cet.ke-1.
A. Ismail Ilyas
Paradigma Dakwah Sayyid Quthub,( Jakarta : Penamadani,2006 ) cet.ke1.
Asep Muhyidin dan Agus Ahmad Syafei Metode Pengembangan Dakwah,( Bandung : Pustaka setia,2002 ) cet.ke-1.
Ali Mustafa Yaqub Sejarah dan Metode Dakwah Nabi ( Jakarta : Pustaka Firdaus,2000 ) cet.ke-2.
Awaludin Pimay Metodologi Dakwah, ( Semarang : RaSAIL,2007 ) cet.ke-1 hlm.xiii
B.J Boland The Strunggle of Islam in Modern Indonesia, ( The Hague Martinus Nijhoff, 1971 )
Ibnu Sa’ad al-Thabaqot al-Kubra,( Beirut : Dar al-Fikr, 1980 ).
Ismail Razi al-Faruqi dan Lois Lamya al-Faruqi The Cultural Atlas of Islam, ( New York : Macmillan Publishing Company, 1986 ) .
Muhammad Ajjaj al-Khatib
Ushul al-Hadits ( Beirut : Dar al-Fikr, 1981
Muhammad said Ramadhan al-Buthi, Fiqh Sirah ( Beirut : Dar al-Fikr,1980 ).
.Thomas.W. Arnold The Preaching of Islam, A History of Propagation of The Moslem Faith, ( Delhi : Low Price Publication, 1995 ) cet.ke-2.
.

Sabtu, 28 November 2009

SAHABAT

SAHABAT

Andiwan dan Robby adalah dua orang anak muda yang bersahabat karib sejak mereka duduk olah dasar. Mereka bekerja sebagai tenaga sparepart di salah satu perusahaan kereta api uap Eropa. Tugas mereka adalah mengantarkan sparepart-sparepart yang diperlukan dari satu dipo ke dipo yang lain dengan menggunakan kereta kuda.

Suatu sore menjelang senja, mereka berdua ditugaskan mengantar beberapa suku cadang ke dipo lain untuk perbaikan lokomotif yang mogok. Batang tersebut harus diantar malam itu juga karena besok pagi KA harus berangkat. Daerah lintasan yang akan mereka jalani terkenal dengan serigala buas yang dapat memangsa manusia. Akan tetapi, fcarena tugas dan dedikasi mereka pada perusahaan, akhirnya kedua sahabat itu berangkat juga.

Robby termasuk orang yang sedikit takut dengan kegelapan, apalagi ada binatang buasnya. Namun, Andiwan membesarkan hatinya demi panggilan tugas perusahaan.

Setelah persiapan selesai, mereka pun berangkat dengan kereta yang ditarik oleh lima ekor kuda. Mereka akan melewati lima rimbunan pohon bambu yang menjadi sarang serigala buas tersebut. Begitu melewati rimbunan bambu pertama, tampak puluhan mata bercahaya dari balik rimbunan siap menerkam mereka, Robby pun bertanya, ‘” bagaimana melewati ancaman tersebut?"

Andi dengan tenang melepaskan seekor kuda langsung diserbu oleh serigala tersebut. Rimbi kedua pun demikian, untuk menyelamatkan mereka terpaksa Andi melepaskan kuda yang kedua. Terus demikian hingga pada rimbunan keempat dan mereka melepaskan kuda yang keempat.

Memasuki rimbunan pohon bambu yang kelima, Robby semakin bingung dan panik, karena kuda tinggal seekor. Jika yang seekor ini dilepaskan, mereka pun akan menjadi santapan empuk bagi serigala tersebut. Dalam kepanikannya dia bertanya pada Andi, "Bagaimana melewati ancaman ini?"

Namun, Andi mengajak Robby tetap tenang. "Pasti ada solusinya, yang penting amanah suku cadang ini harus dapat disampaikan dengan baik. " ungkap Andi.

"Tapi bagaimana caranya agar kita keluar dari ancaman ini?" tanya Robby dalam kepanikannya.

Andiwan memeluk Robby, dikatakan supaya Robby tetap ke dipo untuk mengantar suku cadang tersebut dan biarkan dia saja yang mengurus serigala-serigala tersebut.

Benar saja, begitu mendekat ke rimbunan pohon yang kelima, tali kekang kuda diserahkan da Robby untuk dikendalikan. Sementara itu, puluhan mata haus darah siap menerkam mereka. Tiba-tiba, Andiwan menerjunkan dirinya ke arah rimbunan pohon tersebut dan segera menjadi -santapan segerombolan serigala. Andiwan pun tewas demi keselamatan sahabat dan amanah yang diberikan perusahaan.

tuuan dakwah

TUJUAN DAKWAH
Oleh : Shohib

Hakikat dakwah merupakan usaha seruan atau ajakan kepada kesadaran atau mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik dan sempurna menurut ajaran Islam baik terhadap pribadi maupun masyarakat. Dengan kalimat lain dakwah merupakan usaha orang beriman untuk mewujudkan Islam dalam segi kehidupan baik terhadap individu, keluarga, masyarakat. Dakwah merupakan aktualisasi iman dan kewajiban serta tugas suci setiap muslim sesuai dengan kapasitas dan kapabilitas masing-masing.
Dalam mewujudkan tujuan dakwah, ada pendapat yang menyatakan bahwa agama Islam didakwahkan dengan pedang dan kekerasan sehingga ada kesan bahwa Islam adalah agama paksaan. Hal ini mungkin diterima oleh orang-orang yang belum faham tentang hakikat agama Islam. Terlebih para orientalis sengaja membesar-besarkan pendapat ini dengan motif tertentu untuk menyuramkan sinar Islam dengan harapan menjauhinya. Teori Islam disebarkan dengan pedang dan paksaan merupakan teori yang tidak mendasar dan ahistoris, bahkan bertentangan dengan prinsip dasar Islam La ikroha fiddin ( Q.S. 2 : 256 ) dan Lakum dinukum waliyadin.( Q.S. 109 : 6 )
Dewasa ini ada sekelompok umat Islam yang mengklaim diri sebagi yang paling benar berdakwah tidak hanya mengajak kepada kebaikan tetapi sekaligus melenyapkan kemunkaran dengan cara-cara yang tidak santun bahkan cenderung memaksakan kehendak. Dakwah demikian membuat orang was-was dan tidak tenang dalam menjalankan keyakinan dan pilihan hidupnya. Jika melihat kasus akhir-akhir ini ada sekelompok umat Islam yang menampilkan dakwah yang menakutkan. Perbuatan teror diklaim sebagai jalan dakwah ( jihad ). Pengertian jihad dalam agama Islam mempunyai arti berjuang dengan sungguh-sungguh dalam menegakan agama Allah. Oleh sebab itu kegiatan sosial, politik, ekonomi, pendidikan, kebudayaan dan dakwah adalah manifestasi jihad ( Q.S. 61 : 11-12 ). Keliru memilih sistem, keliru pula jalan yang ditempuh dan melesetlah tujuan yang harus dicapai. Cara teror, paksaan merupakan pilihan yang keliru karena tak lebih dari premanisme dan tidak patut dilakukan oleh setiap muslim yang dituntut menjunjung nilai-nilai humanisme sesuai dengan prinsip ajaran Islam.
Upaya pengharaman Ahmadiyah dan pemikiran sekulerisme, pluralisme dan liberalisme dalam agama di Indonesia memicu pengrusakan, teror dan intimidasi oleh sekelompok umat Islam terhadap penganut Ahmadiyah dan penganjur ide-ide sekulerisme, pluralisme dan liberalisme. Pengharaman terhadap penyimpangan dari mainstream baik dalam pemahaman dan pengamalan agama boleh jadi benar dalam takaran imani namun cara-cara kekerasan dianggap kurang strategis dalam takaran metodologi dakwah serta jauh dari yang diajarkan Nabi SAW.
Berdakwah dengan cara pemaksaan kehendak dan kekerasan tidak mengajak seseorang atau kelompok untuk memanfaatkan kemerdekaan pilihanya ( Q.S.18 : 29 ), bahkan mereka sekuat tenaga untuk menistakan dan melenyapkan pilihan yang berbeda. Pada hakikatnya tidak ada seorangpun bahkan lembaga yang berhak dan memiliki otoritas imanai atas manusia, sehingga tafsiranya mutlak untuk diikuti laiknya wahyu Tuhan. Tokoh agama dan lembaga keagamaan tidak berhak mengambil wewenang Tuhan untuk menilai sesat dan lurusnya iman seseorang ( Q.S. 4: 88; 4:143 )
Keimanan seseorang tertanam di dalam dada. Hanya Allah SWT yang memiliki otoritas mutlak untuk mengukur dan menilainya. Manusia dapat menyingkap keimanan seseorang dari perbuatan baik atau buruk. Namun hal itu bukanlah ukuran pasti dan mutlak untuk mengukur hakikat keimanan seseorang. Keimanan hakiki hanya dapat dinilai dan diukur oleh yang maha mutlak. Perbedaan dalam memahami dan mengamalkan keagamaan adalah sunatullah. Faktanya di dalam sejarah peradaban Islam dari masa klasik hingga sekarang terdapat berbagai macam firqoh dalam teologi, madzhab dalam tafsir dan fiqh serta tarekat dala tassawuf dan itu sah-sah saja.
Kesepakatan dalam satu iman dalam sekelompok orang boleh jadi benar untuk orang tersebut namun belum tentu bagi orang lain. Tuhan satu dalam tauhid namun berbeda dalam hal syariat. Allah sendiri menerangkan banyak jalan menuju kepada-Nya ( Q.S.29:69 ). Al-Qur’an sendiri mengajarkan berdakwah adalah mengajak dan menuntun orang lain bukan dengan memusuhi bahkan memaksa apalagi dengan cara-cara kekerasan terhadap seseorang yang memiliki pilihan berbeda. Berdakwah justru menghidupkan pilihan pilihan yang berbeda dengan cara mengajak manusia ke jalan Tuhan dengan bijaksana ( hikmah ), memberi pelajaran yang baik ( mauidzah ) serta berdiskusi ( mujadalah ) dengan cara yang baik pula yang dijiwai nilai-nilai humanisme dalam rangka memanusiakan manusia.
Alan Lightman ( 1999 ) mempertanyakan otoritas baik perorangan maupun lembaga yang gemar melakukan tirani makna atas perbedaan dan tafsiran. Karena peniadaan atas perbedaan dan tafsiran adalah penghianatan atas firman Allah Q.S 5 : 48.
Terjemahnya : ” Dan kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang Telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang Telah kamu perselisihkan itu ” ( Q.S. 5 : 48 )
Menganjurkan kebaikan dan mencegah kemunkaran untuk mencapai tujuan dakwah dengan cara-cara kekerasan dan pemaksaan jauh dari nialai-nilai kemanusiaan dengan dalih apapun bukanlah dakwah yang dicontohkan Nabi SAW.

Selamat Hari Raya Idul Adha 1430 H

POKJALUH Kota Bekasi mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Adha 1430 H
Semoga Pada Perayaan ini menjadi Momentun yang baik untuk terus melatih keikhlasan diri dalam hidup dan dalam menjalankan dakwah kepada masyarakat, Amin...

Jumat, 27 November 2009

Persiapan Pembinaan Guru Ngaji se-Kota Bekasi

Telah dijadwalkann, tanggal 1 Desember 2009, tepatnya hari selasa akan diadakan Pembinaan bagi Guru Ngaji se -Kota Bekasi sebanyak 300 Orang. Dalam pembinaan ini juga akan dibagikan honor daerah bagi guru ngaji dari APBD daerah Kota Bekasi tahun 2009 oleh Wakil wali Kota Bekasi, Bapak Rahmat Effendy. sebagai Pelaksana acara ini PENAMAS KANDEPAG Kota Bekasi di bantu dengan POKJALUH yang akan menginformasikan acara pembinaan ini kepada guru ngaji yang memang sudah terpilih sebelumnya dan sudah pernah mendapatkan honor daerah untuk guru ngaji pada semester 1, selanjutnya acara ini akan kami informasikan lebih lengkap pada selasa mendatang.

Orientasi Pembuatan Naskah Keagamaan

Tanggal 23 s/d 25 Nopember kemarin, telah diadakan orientasi Pembuatan Naskah Keagamaan bagi Penyuluh Agama se- Jawa Barat di Hotel Bumi Asih Jaya bandung. Orientasi ini bertujuan agar para Penyuluh agama dapat memanfaatkan media dakwah lain seperti media informasi( elektronik dan tulisan ) untuk melakukan dakwah kepada masyarakat. Orientasi ini diikuti 30 Penyuluh Agama Islam se- Jawa Barat, dan sebagai perwakilan dari Kota Bekasi di kirim Penyuluh Agama Islam Kec. Bantargebang MARIAM. S.Ag yang mewakili Ketua POKJALUH yang tidak bisa hadir karena menjadi petugas haji pada tahun ini.