Sabtu, 28 November 2009

tuuan dakwah

TUJUAN DAKWAH
Oleh : Shohib

Hakikat dakwah merupakan usaha seruan atau ajakan kepada kesadaran atau mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik dan sempurna menurut ajaran Islam baik terhadap pribadi maupun masyarakat. Dengan kalimat lain dakwah merupakan usaha orang beriman untuk mewujudkan Islam dalam segi kehidupan baik terhadap individu, keluarga, masyarakat. Dakwah merupakan aktualisasi iman dan kewajiban serta tugas suci setiap muslim sesuai dengan kapasitas dan kapabilitas masing-masing.
Dalam mewujudkan tujuan dakwah, ada pendapat yang menyatakan bahwa agama Islam didakwahkan dengan pedang dan kekerasan sehingga ada kesan bahwa Islam adalah agama paksaan. Hal ini mungkin diterima oleh orang-orang yang belum faham tentang hakikat agama Islam. Terlebih para orientalis sengaja membesar-besarkan pendapat ini dengan motif tertentu untuk menyuramkan sinar Islam dengan harapan menjauhinya. Teori Islam disebarkan dengan pedang dan paksaan merupakan teori yang tidak mendasar dan ahistoris, bahkan bertentangan dengan prinsip dasar Islam La ikroha fiddin ( Q.S. 2 : 256 ) dan Lakum dinukum waliyadin.( Q.S. 109 : 6 )
Dewasa ini ada sekelompok umat Islam yang mengklaim diri sebagi yang paling benar berdakwah tidak hanya mengajak kepada kebaikan tetapi sekaligus melenyapkan kemunkaran dengan cara-cara yang tidak santun bahkan cenderung memaksakan kehendak. Dakwah demikian membuat orang was-was dan tidak tenang dalam menjalankan keyakinan dan pilihan hidupnya. Jika melihat kasus akhir-akhir ini ada sekelompok umat Islam yang menampilkan dakwah yang menakutkan. Perbuatan teror diklaim sebagai jalan dakwah ( jihad ). Pengertian jihad dalam agama Islam mempunyai arti berjuang dengan sungguh-sungguh dalam menegakan agama Allah. Oleh sebab itu kegiatan sosial, politik, ekonomi, pendidikan, kebudayaan dan dakwah adalah manifestasi jihad ( Q.S. 61 : 11-12 ). Keliru memilih sistem, keliru pula jalan yang ditempuh dan melesetlah tujuan yang harus dicapai. Cara teror, paksaan merupakan pilihan yang keliru karena tak lebih dari premanisme dan tidak patut dilakukan oleh setiap muslim yang dituntut menjunjung nilai-nilai humanisme sesuai dengan prinsip ajaran Islam.
Upaya pengharaman Ahmadiyah dan pemikiran sekulerisme, pluralisme dan liberalisme dalam agama di Indonesia memicu pengrusakan, teror dan intimidasi oleh sekelompok umat Islam terhadap penganut Ahmadiyah dan penganjur ide-ide sekulerisme, pluralisme dan liberalisme. Pengharaman terhadap penyimpangan dari mainstream baik dalam pemahaman dan pengamalan agama boleh jadi benar dalam takaran imani namun cara-cara kekerasan dianggap kurang strategis dalam takaran metodologi dakwah serta jauh dari yang diajarkan Nabi SAW.
Berdakwah dengan cara pemaksaan kehendak dan kekerasan tidak mengajak seseorang atau kelompok untuk memanfaatkan kemerdekaan pilihanya ( Q.S.18 : 29 ), bahkan mereka sekuat tenaga untuk menistakan dan melenyapkan pilihan yang berbeda. Pada hakikatnya tidak ada seorangpun bahkan lembaga yang berhak dan memiliki otoritas imanai atas manusia, sehingga tafsiranya mutlak untuk diikuti laiknya wahyu Tuhan. Tokoh agama dan lembaga keagamaan tidak berhak mengambil wewenang Tuhan untuk menilai sesat dan lurusnya iman seseorang ( Q.S. 4: 88; 4:143 )
Keimanan seseorang tertanam di dalam dada. Hanya Allah SWT yang memiliki otoritas mutlak untuk mengukur dan menilainya. Manusia dapat menyingkap keimanan seseorang dari perbuatan baik atau buruk. Namun hal itu bukanlah ukuran pasti dan mutlak untuk mengukur hakikat keimanan seseorang. Keimanan hakiki hanya dapat dinilai dan diukur oleh yang maha mutlak. Perbedaan dalam memahami dan mengamalkan keagamaan adalah sunatullah. Faktanya di dalam sejarah peradaban Islam dari masa klasik hingga sekarang terdapat berbagai macam firqoh dalam teologi, madzhab dalam tafsir dan fiqh serta tarekat dala tassawuf dan itu sah-sah saja.
Kesepakatan dalam satu iman dalam sekelompok orang boleh jadi benar untuk orang tersebut namun belum tentu bagi orang lain. Tuhan satu dalam tauhid namun berbeda dalam hal syariat. Allah sendiri menerangkan banyak jalan menuju kepada-Nya ( Q.S.29:69 ). Al-Qur’an sendiri mengajarkan berdakwah adalah mengajak dan menuntun orang lain bukan dengan memusuhi bahkan memaksa apalagi dengan cara-cara kekerasan terhadap seseorang yang memiliki pilihan berbeda. Berdakwah justru menghidupkan pilihan pilihan yang berbeda dengan cara mengajak manusia ke jalan Tuhan dengan bijaksana ( hikmah ), memberi pelajaran yang baik ( mauidzah ) serta berdiskusi ( mujadalah ) dengan cara yang baik pula yang dijiwai nilai-nilai humanisme dalam rangka memanusiakan manusia.
Alan Lightman ( 1999 ) mempertanyakan otoritas baik perorangan maupun lembaga yang gemar melakukan tirani makna atas perbedaan dan tafsiran. Karena peniadaan atas perbedaan dan tafsiran adalah penghianatan atas firman Allah Q.S 5 : 48.
Terjemahnya : ” Dan kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang Telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang Telah kamu perselisihkan itu ” ( Q.S. 5 : 48 )
Menganjurkan kebaikan dan mencegah kemunkaran untuk mencapai tujuan dakwah dengan cara-cara kekerasan dan pemaksaan jauh dari nialai-nilai kemanusiaan dengan dalih apapun bukanlah dakwah yang dicontohkan Nabi SAW.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar